Perjalanan panjang dari Jakarta, transit Denpasar, transit Makassar, transit Timika, akhirnya membawaku ke Sentani. Semalaman di pesawat itu sungguh seperti pulang ke Solo pakai kereta, tapi hikmahnya adalah saya bisa tahu Timika, yang seyogyanya tidak perlu saya lewati. Pertama kalinya aku menginjakkan kaki di tanah Papua. Hijau nian tanah negeri ini... MasyaAllah.
Keluar dari bandara, luas dan birunya danau Sentani menghilangkan semua rasa lelah. Lembah-lembah hijau turut menghiasi perjalanan menuju Jayapura. Jalanan pun tak terlalu berkelok sehingga tidak mengganggu pencernaan alias gak bikin mual muntah.
Papua siang ini cukup panas, tapi masih terasa kesejukan karena banyaknya pepohonan di sepanjang jalan. Papua pun tak pernah mengalami kemarau atau musim kering, karena akan selalu ada hujan di sini. Meski siang sangat terik, maka bisa seketika itu juga hujan deras turun membasahi tanah Papua, walau hanya hujan lokal di beberapa wilayah saja akan tetap ada hujan. Bahkan salju abadi pun terdapat di tanah Papua yang notabene tak pernah ditemukan di Indonesia sebelah manapun selain hanya di Papua.
Benar sekali kata lagu tanah Papua yang ini,
Di sana pulauku yang kupuja slalu
Tanah Papua pulau indah
Hutan dan lautmu yang membisu slalu
Cendrawasih burung emas
Gunung-gunung, lembah-lembah
yang penuh misteri
Kau kupuja slalu keindahan
Alammu yang mempesona
Sungaimu yang deras
Mengalirkan emas
sio ya Tuhan trima kasih
Semuanya yang ada di papua itu menghasilkan, sungguh lautan emas, semuanya menghasilkan pundi-pundi. Salutnya, penduduk Papua masih sangat kuat memegang aturan adat. Seperti sebuah kejadian saat saya melintasi jalan di papua, Seekor babi tergeletak tak berdaya akibat ditabrak oleh seorang pengendara motor. Jalan raya menjadi macet karena si pemilik babi menghentikan setiap kendaraan yang melaju dan meminta sumbangan. Ini gara-gara babi mati ditabrak pengendara motor yang melarikan diri.
Babi mati sama hukum adat apa hubungannya? Jadi, jika ada babi atau anjing yang mati ditabrak atau dibunuh orang, maka yang bersangkutan harus mengganti denda sebesar 1,5 juta rupiah per ekor kepada si pemilik hewan yang mati. Hanya yang membuat lebih berat adalah jika bayi atau anjing tersebut pasca melahirkan, maka denda dihitung per mammae yang mereka gunakan untuk menyusui bayi-bayi mereka. Misal, babi pasca melahirkan mempunyai 6 mammae, maka yang menabrak babi tersebut harus membayar denda 1,5 juta dikali 6 mammae, wowww... nominal yang cukup tinggi. Bisa jadi denda menabrak babi atau anjing lebih tinggi daripada denda menabrak manusia. Hadeuh...
Baiklah, saatnya melupakan soal hukum adat, kembali ke leptopppp... (Tukul mode on)
Hal yang menarik perhatian kami soal kreatifitas penduduk Papua adalah noken dan koteka, maka kami segera berburu noken ke pasar tradisional Papua, pasar Hamadi. Noken adalah tas yang khas digunakan oleh wanita Papua untuk membawa barang-barang hingga bayi mereka dan digantungkan di belakang kepala. Harga sebuah noken cukup mahal, Rp. 90.000 untuk noken sederhana. Koteka adalah ukiran dari kayu labu yang digunakan untuk menutupi aurat para pria Papua. Sebuah miniatur gantungan kunci koteka dihargai Rp 10.000,-.
Kreatifitas lain yang sangat membinarkan mata batin para wanita adalah batik. Batik papua terkenal indah dengan berbagai motif khasnya, burung cenderawasih, kapak batu, patung asmat, panah, dan tifa. Banyak terdapat pusat batik di Jayapura, ada Aneka Batik Papua, Batik Ilham dan masih banyak lagi butik batik lainnya. Harganya pun bervariasi, mulai dari Rp. 30.000/meter hingga ratusan ribu per meternya tergantung jenis kain dan motifnya.
Aneka Motif Batik Papua |
Segi kuliner, papua tak ketinggalan kreatifitas. Selain sagu yang sudah terkenal sebagai khas Papua, maka ada lagi yang namanya bolu Abon. Bolu yang digulung isi abon daging dengan berbagai varian rasa seperti coklat dan keju. Unik kan... \0.0/
Atau ingin menikmati kuliner lain yang tak kalah nikmat? Kita bisa berbelanja ke Pasar Mama Mama untuk berburu Ikan Asar. Ikan Asar adalah ikan laut yang sudah diasap. Dimasak dengan cabe hijau sepertinya nikmat sekali...Yummyy...
Pasar Mama Mama adalah pasar tradisional yang menjadi pusat perekonomian para mama yang berasal dari gunung atau perkampungan. Mama-mama membawa barang dagangannya dengan noken dan berjalan kaki saja menuju kota untuk menjual hasil bumi mereka. Tidak ada istilah kiloan, semuanya sudah ditumpuk dan dikelompok-kelompokkan sesuai takaran para mama (mama adalah panggilan untuk para ibu di Papua), tinggal masukkan plastik jika ada yang beli. Pasar Mama Mama mulai menggeliat saat senja hingga malam hari saja, tidak di pagi atau siang hari.
Luar biasa, ditengah modernisasi kota Jayapura, Pasar Mama Mama dan para pedagangnya masih sangat mempertahankan ketradisionalan mereka, so simple...
Pasar Mama Mama Papua |
Papua memang kaya akan hasil laut, seperti ikan asar, sunu, kerapu dan ikan-ikan lainnya. Karena memang gampang sekali menemukan daerah perairan di Papua, kita seolah-olah mengelilingi lautan. Salah satu yang saya singgahi adalah pantai di Teluk Youteva bagian luar, pantai Holtekamp. Pasir pantainya memang tak berwarna putih tetapi ada satu hal yang menarik perhatian, banyak terdapat bulatan-bulatan pasir menghiasi pantai dan terukir indah bak sebuah lukisan matahari. Yakin, tangan manusia tak bisa membuatnya karena itu bukan buatan manusia. Bulatan-bulatan kecil tersebut adalah hasil karya para kepiting kecil penghuni pantai Holtekamp. Subhanallah... lagi-lagi hanya bisa berdecak kagum.
Lukisan Kepiting-Kepiting Kecil di Pasir Pantai Holtekamp |
Pantai Holtekamp |
Komentar
Posting Komentar
Silahkan komentarnya untuk perbaikan kami, terimakasih.